ANDINI
Andini seorang wanita berusia matang yang bekerja sebagai psikolog dan praktek di rumahnya. Sebelum menikah dengan lelaki pilihan hatinya, Andini bekerja di Rumah Sakit swasta di kotanya.
Setelah menikah suaminya sudah menyiapkan rumah dan tempat prakteknya, alhasil klien-klien di Rumah Sakit berpindah berdatangan ke rumah Andini. Meski Rumah Sakit menyiapkan petugas yang baru entah kenapa para klien masih mencari Andini dan mereka lebih nyaman berbicara dengan Andini.
Andini terbiasa menyebut pasiennya dengan sebutan klien, sudah ratusan orang yang sudah ditanganinya dengan berbagai permasalahan dan beban hidup yang mereka bicarakan. Rata-rata mereka yang datang pada Andini itu klien yang sulit bicara tentang pribadi serta masalah yang disimpan bertahun-tahun karena mereka merasa sendiri dan tidak ada orang yang memahaminya.
Andini menepatkan diri sebagai sahabat, tidak pernah memaksa kliennya untuk bercerita ketika mereka belum siap bercerita. Ketika mereka sudah merasa nyaman dan percaya pada Andini akan menjaga rahasianya tanpa disuruhpun mereka akan bercerita dari A sampai Z.
Hari sudah malam ketika Andini mendengar bunyi bel di ruang prakteknya, Andini yang sedang menonton televisi dengan cepat menyambar kerudung instan dan memakainya, suaminya hanya tersenyum melihat tingkah istrinya yang gerak cepat kalau mendengar bel berbunyi di ruang prakteknya.
"Nana, ada apa malam-malam ke sini tanpa nelepon dulu?" Andini kaget melihat sahabatnya Angelina yang biasa dipanggil Nana, datang ke tempat prakteknya.
Semua orang tahu dan mengenal Nana karena dia adalah salah satu pengacara terkenal di kotanya. Biasanya mereka sering makan bersama atau belanja bareng. Dulu Andini dan Nana satu sekolah ketika SMA dulu.
Nana tidak menjawab pertanyaan Andini. Nana memeluk dan menangis dalam pelukan Andini. Setelah puas menangis Nana duduk di hadapan Andini, dan Ia meluapkan amarah dan kekecewaan pada suaminya yang sedang bertugas di luar pulau.
Setelah sekian lama menanti dalam ketidakpastian, setahun yang lalu suami Nana ditemukan dalam keadaan selamat, ternyata selama ini suami Nana di sandera oleh pemberontak yang tinggal di pulau itu. Nana dan beberapa orang dari rumah sakit serta para aparat menjemput suami Nana di perbatasan tempat konflik.
Suami Nana yang seorang dokter sangat kurus dan kekurangan gizi, setelah di rawat beberapa hari di sana dengan fasilitas terbatas, suami Nana dibawa ke Jakarta, Nana senang bisa bertemu dengan suaminya kembali, sekaligus sedih melihat keadaan suami yang masih terlihat trauma dan ketakutan mendengar suara keras.
Sekitar satu bulan lamanya suami Nana dirawat, ketika agak membaik Nana membawa pulang suaminya, jujur Nana seperti membawa orang asing ke rumahnya, sifat kalem suaminya hilang yang ada cepat marah dan penuh rasa curiga.
Suaminya seperti hilang semangat hidup, meski istirahat total gaji serta tunjangan masih tetap diberikan oleh negara, mengingat jasa suaminya di daerah konflik dan menjadi korban penyanderaan oleh gerombolan pemberontak.
Nana ingin membawa suaminya untuk konsultasi dengan Andini, tapi suaminya marah besar dan merasa dia baik-baik saja.
Andini melihat Nana semakin kurus dan terlihat lelah, biasanya penampilan Nana enak dilihat dan terlihat segar, sekarang seperti lima tahun lebih tua dari usianya, terlihat bertemu dua tahun yang lalu saat suaminya belum ditemukan, Nana sedang disibukan menangani klien spesialisnya yaitu Susan, dan Alhamdulillah kasus Susan bisa terselesaikan dengan baik dan atasan Nana memberi pujian pada Nana, atasan Nana meminta maaf atas ancamannya dulu yang akan memecat Nana kalau menangani kasus Susan karena Irfan suami Susan orang berpengaruh di kotanya.
Ternyata keadilan masih ada untuk orang yang teraniaya, pengadilan sampai menyita aset suami Susan selain KDRT terbukti selingkuh dengan pemain sinetron. Akhirnya hakim mengetuk palu perceraian Susan dan Irfan.
Nana yang biasa tangguh dan pengacara garang ketika membela kliennya, bisa terlihat lemah dan rapuh ketika berhadapan dengan orang yang dicintainya.
Tidak ada hujan tidak ada angin, Anton suami Nana sering marah-marah tanpa sebab, menuduh Nana selingkuh dan membohonginya ketika Ia tugas di luar daerah, Nana sampai bersumpah apa yang dituduhkan suaminya itu tidak benar.
Terkadang status media sosial orang lain jadi bahan rujukan untuk marah, ketika Nana menjawab A digiring ke jawaban B, seperti itu terus, terkadang mimpi jadi bahan ribut, ketika Nana sedang tidur tiba-tiba dibangunkan dan menuduh Nana seperti dalam mimpinya, dengan sabar Nana menjelaskan meski alot akhirnya amarah suaminya reda juga.
Tapi ketika melihat status medsos orang lain lagi, dipermasalahkan lagi dan terulang terus, penjelasan Nana tiada gunanya, karena yang suaminya ingat yang buruk-buruk, kebaikan Nana terlupakan karena cemburu buta.
Sambil menangis Nana kembali bercerita, ketika Ia diam karena sudah jenuh dengan tuduhan suaminya, maka Suaminya akan tambah marah seolah-oleh Nana membenarkan tuduhan suaminya, ketika dijawab suaminya tetap dengan asumsinya.
Andini hanya terdiam mendengar curhatan Nana, Andini sengaja membiarkan Nana mengeluarkan semua unek-uneknya karena Ia tau, saat ini yang Nana butuhkan hanya teman yang mau mendengarkan tanpa menyela atau menasehati.
Setelah puas mengeluarkan unek-uneknya, Nana menarik napas panjang dan berusaha tersenyum.
"Terimakasih Andini mau mendengarkan curahan hatiku, saat ini aku merasa plong setelah bercerita padamu, doakan aku kuat ya". Nana berkata sambil pamit pulang dan meminta maaf karena datang tanpa memberitahu terlebih dahulu.
Setelah Nana pamit, Andini duduk dengan kepala bersandar di sandaran kursi, Ia memejamkan matanya menarik napas panjang, tak terasa air matanya mengalir pelan, apa yang Nana alami tentang kecemburuan suaminya, Ia alami juga karena baru tadi pagi tiba-tiba suaminya marah karena status media sosial orang lain.
Andini membuka mata dan mengusap air mata yang masih mengalir di pipi karena merasakan usapan d kepalanya, ternyata Arka suaminya sudah berdiri di samping kursi yang Andini duduki, matanya terlihat sedih dan merasa bersalah karena telah menuduh Andini tadi pagi karena status medsos.
Diam-diam ternyata Arka menguping curhatan Nana pada Andini dan Ia merasa bersalah pada istrinya tanpa Ia sadari sering melukai hati istrinya karena cemburu. Andini menyembunyikan kesedihannya dan tersenyum melihat Arka.
"Maafkan sayang, mas sudah keterlaluan tadi pagi, karena mas tidak mau kehilangan kamu", bisik suaminya sambil memeluk penuh penyesalan.
Andini hanya tersenyum menenangkan suaminya, "Tidak apa-apa sayang, mungkin aku pantas diperlakukan seperti itu". Sambil tersenyum getir.