HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Kumpulan Cerita Anak

Imajinasi Tanpa Batas

 Kumpulan Cerita Anak

Hai...hai...para penggemar Rumah Fiksi, kali ini saya akan menayangkan empat Cernak karya siswa-siswi SDN Sunyaragi 2 Kota Cirebon. Saya pikir, sangat sayang bila karya mereka teronggok di meja, makanya saya berinisiatif untuk mengumpulkan karya mereka. 

Oh iya, kumpulan cernak ini dalam proses dibukukan lho dan sudah ada di tangan penerbit tinggal simsalabim jadi apa prok.. prok..prok hehehe jadi apa coba? Ya jadi bukulah, masa jadi baju hehehe. 

Karya siswa-siswiku beragam, ada yang sedih dan ada yang lucu. Ada beberapa dari mereka yang punya bakat menulis dan tinggal dipoles saja, Insya Allah akan lahir penulis hebat dari SDN Sunyaragi 2. 

Saya haturkan terimakasih pada guru kelas VI/A dan VI/B, bu Salvi dan bu Diah Ayu yang telah membimbing mereka. 

Yu ah kita baca-baca karya mereka, semoga terhibur.



        Lebaran Bersama Keluarga

*

Aku sangat  senang, karena lebaran sudah tiba.  Lebaran kali ini terasa sangat berbeda. Saat Lebaran, aku sangat senang, karena  bisa menggunakan baju baru, sepatu baru, ah pokoknya serba baru. Setelah sholat idul Fitri,  aku menjalankan kegiatan rutin setiap tahunnya, yaitu mengunjungi makam keluarga besarku yang sudah meninggal. 

Setelah dari makam,   aku dan orangtuaku mengunjungi nenek untuk bersilaturahmi dan meminta maaf,  kali ini terasa sangat berbeda, ketika aku bersilaturahmi kerumah saudara dan tetangga kami tidak bersentuhan tangan dan kami selalu memakai masker, mengikuti anjuran  pemerintah yaitu mematuhi protokol kesehatan, demi menjaga tertularnya virus covid 19. 

Yah, virus yang mematikan apabila yang terinveksinya memiliki riwayat penyakit yang serius. Entah sampai  kapan wabah ini akan berlalu, rasanya sedih dan sepi, berbeda dengan tahun-tahun yang lalu.

Setelah bersilaturahmi dengan keluarga dan tetangga kamipun melanjutkan acara makan bersama, kami menikmati masakan Ibu, masakan yang selalu aku rindukan setiap lebaran yaitu opor ayam dan ketupat.

 “Viola…….!” 

"Iya Bu"  sahutku, ketika ibu memanggil,  membuyarkan keseriusanku menghitung uang, ya uang lebaran yang aku dapat dari saudara-saudaranya Ibu dan bapak 

“ada apa Bu?” 

"lihat di depan ada siapa?" 

"Iya Bu". Akupun bergegas menuju ruang tamu, aku lihat sepasang suami istri beserta anaknya, 

"Iya cari siapa mang?"

"Ibumu ada?" kata tamu tadi, 

"iya ada lagi di dapur, sebentar ya saya panggilkan"

"Eh…. Om Burhan, kapan datang?" Sahut ibu, 

"Kemarin Bi, sebelum lebaran",

"Siapa Bu?" tanyaku penasaran.

"Ini om burhan dari Jakarta, anaknya Wa Sani saudara jauh Ibu", 

"Oh……dari Jakarta!" Aku kaget, bukannya Jakarta lagi zona merah dan tidak boleh mudik, itu yang aku dengar dari berita, wah bahaya nih!.

Akupun langsung masuk ke dalam kamar melanjutkan penghitungan uang THR aku yang tadi sempat tertunda.   

Viola 

Kelas VI/A 


 

               Bulan dan Bintang

*

Ketika malam mulai menampakan diri, bulan terlihat menerangi, Seakan dialah benda paling indah dari angkasa,  meskipun dia sendiri tahu, bintangkah yang selalu menyinarinya? Cahaya yang begitu nyaman untuk bumi. Bintang juga yang membuat bulan dapat memiliki cahaya dengan kerendahan hatinya. Bintang seakan tidak mempedulikan, karena semua Pujian untuk bulan, mereka dengan setia tetap menemani malam kelam di bumi. 

Ketika semua orang sibuk memuji bulan, bintang hanya bisa tersenyum. Tidak ada sedikitpun kedengkian yang menyelimuti. 

"Wahai bintang, kenapa kamu tetap diam.  Padahal bulan yang selalu dipuji untuk kerja kerasmu?" Tanya bumi pada suatu malam. Dengan senyuman yang begitu manis, bintang menjawab dengan begitu kelembutan. 

"Lalu aku harus bagaimana? Bukankah itu tugasku untuk menemani malam yang begitu mencekam?  Apakah aku harus iri? Padahal Ia tak pernah marah walaupun hambanya lupa". 

“Apakah kamu benar-benar tidak ingin menerima pujian?” Tanya angin yang ikut dalam pembicaraan.

“Meskipun tidak dipuji, apa itu membuat sinarku menghilang? Tidak, aku tidak buta pujian untuk menemani malam” 

"Apa kamu tidak ingin menjadi bulan?” Tanya bumi lagi. Dengan tersenyum bintang menggeleng lembut,

“aku menyukai diriku apa adanya, meskipun banyak yang memuji bulan, tetap ada yang tahu bahwa aku yang menemani malam mereka. Itu sudah cukup untukku. Aku hanya ingin hidup bahagia dengan menjadi diriku sendiri.”

Begitulah sang Bintang, meskipun banyak yang tidak memperdulikannya, dia tetap menjalankan tugasnya tanpa merasa terbebani, hatinya terlalu suci untuk merasa iri kepada bulan. Meskipun banyak yang menjadi bulan atas apa yang ia kerjakan, itu tidak membuatnya marah ataupun memusuhi bulan. Dia sangat dekat dengan sang bulan.


Lisa Avrilia 

Kelas VI/A 


  Mimpi Jovan

*

Pagi hari disebuah rumah yang sederhana, terdapat 3 orang anak yang sedang duduk di ruang tamu. Mereka sudah tinggal sendiri sejak Dhanan (si bungsu) berumur 12 tahun. Jika kalian tanya kemana orang tua mereka, orang tua mereka sudah meninggal, karena kecelakaan. Awalnya mereka merasa sangat sedih karena kepergian orangtuanya, namun sekarang sudah tidak. Mereka sudah dewasa, Dhanan sudah kelas 9 SMP, Adin (anak kedua) sudah kelas 11 SMA, dan Jovan selaku kakak pertama sudah lulus sejak 2 tahun lalu. 

Awalnya Jovan ingin lanjut kuliah sejak lulus SMA, namun karena ada keterbatasan uang yang ia miliki, ia lebih memilih untuk membuka Cafe kecil di samping rumahnya. Orang orang menyebut itu warung, tapi Dhanan dan Adin menyebutnya Cafe kecil.

Awalnya suasana di ruang tamu sangat hening. Hanya ada suara goresan antara pulpen dan buku, karena Adin dan Dhanan sedang mengerjakan tugas sekolahnya. Namun tiba tiba Jovan memulai pembicaraan.

“Tugasnya udah belum, ada yang susah gak?” Tanya Jovan tiba-tiba.

“Gak ada kok bang” jawab Adin dan Dhanan bersamaan.

“Oh ya bang, abang kapan mau buka cafe, di toko yang waktu itu pernah kita rencanain beli, pas abang udah lulus” tanya Dhanan tiba-tiba.

Setelah Dhanan bertanya seperti itu, tiba-tiba Jovan teringat momen saat dia berbicara pada orang tuanya, bahwa ia sangat ingin membuka Cafe besar. Tentunya orang tua Jovan sangat senang karena anaknya mempunyai mimpi besar seperti itu, lalu mereka berjanji pada Jovan, bahwa nanti jika mereka mempunyai uang lebih, uang itu akan digunakan untuk membeli toko dan menyerahkannya pada Jovan.

“Insya Allah secepatnya, doakan saja ya, semoga uangnya bisa cepat terkumpul dan abang bisa beli cafe itu” jawab Jovan sambil tersenyum.

Setelah itu Dhanan hanya ber-oh kecil saja.

---

Sudah setahun berlalu sejak Dhanan bertanya seperti itu kepada Jovan, dan kini Dhanan sudah lulus SMP. Cafe Jovan juga beberapa bulan terakhir ini terlihat sangat ramai, karena kopinya enak dan kebetulan juga rumah sekaligus Cafe Jovan terletak persis di pinggir  jalan.

“Dek, Insya Allah lusa abang mau beli toko, yang waktu itu pernah rencanakan untuk kita beli” ucap Jovan tiba-tiba.

Adin dan Dhanan yang saat itu  sedang melihat pemandangan jalan raya dari depan cafe terlihat sedikit terkejut.

“Loh bang, serius?” tanya Dhanan kaget.

“Beneran bang? Tapi nanti kalo cafenya gak rame dan malah rugi gimana?” sambung Adin tiba-tiba sambil meminum minuman yang ada di tangannya.

“Setiap kali kita melangkah dengan berani untuk membuat perubahan, kita mengambil resiko bahwa mungkin kita gagal. Tetapi, satu satunya cara untuk menjadi lebih baik adalah dengan mencobanya” jawab Jovan dengan bijak.

Adin dan Dhanan hanya membalas kata kata Jovan dengan senyuman.

---

Pagi-pagi Jovan sudah sibuk di Cafe barunya. Cafenya ramai, Jovan sampai mengajak lima temannya untuk bekerja di Cafenya. Jika ditanya kenapa tidak Adin dan Dhanan saja yang membantu Jovan di Cafe, tentu jawabannya karena mereka masih sekolah. Terutama Adin, dia sedang sibuk ujian karena sebentar lagi dia akan lulus.

Cafe Jovan buka sampai malam, dan tentunya Cafe itu semakin malam semakin terlihat sangat ramai, bahkan sekarang dia sudah mampu membeli  mobil juga rumah yang lebih besar dan mewah dari rumahnya dulu. Jovan juga berencana akan melanjutkan kuliahnya bersama Adin nanti, dan dia akan menitipkan Cafenya kepada orang yang ia percayai sekiranya dapat menghandle Cafe tersebut dengan baik.

---

Hari ini hari minggu, dan tentu saja Adin dan Dhanan libur. Jovan berencana akan membawa kedua adiknya pergi ke Cafe agar mereka tidak bosan berdua saja dirumah.

Jovan, Adin dan Dhanan berangkat naik mobil. Jovan yang menyetir dan kedua adiknya hanya bermain main di bangku tengah. Kini Jovan sudah sampai di Cafenya dan segera memarkirkan mobilnya itu, lalu turun dari mobil.

Adin dan Dhana sudah lari masuk ke dalam Cafe dan membantu pegawai-pegawai disana bekerja. Sementara Jovan masih berjalan santai menuju Cafe, lalu tiba-tiba dia berhenti tepat di depan pintu Cafe yang sudah jelas diatasnya ada tulisan yang bertuliskan “DREAMER 3’s CAFE”.

“Keberhasilan manusia ditentukan oleh dirinya sendiri. Dengan keberanian yang tinggi dan pilihan yang benar, maka dia akan bersinar dengan sendirinya” ucap Jovan pelan lalu ia tersenyum dan segera masuk kedalam Cafe.

-END-

Jihan Asilla 

Kelas VI/B


   RUMAHKU

*

Nama saya Ahmad Mushonif, saya anak pertama dari kedua orangtua saya. Ibu saya seorang ibu rumah tangga, bapak saya bekerja serabutan. Setiap hari dengan senang hati, saya  membantu orang tua tanpa disuruh. Karena kami tinggal bertiga dirumah. Jadi hanya saya yang membantu pekerjaan ibu.

Ibu saya saat ini sedang hamil, saya senang sekali karena saya akan mempunyai adik. Maka dari itu saya membantu pekerjaan rumah, seperti mengepel lantai, mencuci piring dan menjemur pakaian, semua ini saya lakukan agar ibu  tidak kecapean mengerjakan pekerjaan rumah, dan bisa  menjaga kandungannya. 

Ibu saya selalu memberikan pesan agar saya terus rajin belajar, supaya bisa menjadi orang yang sukses dan membanggakan kedua orang tua. Kegiatan saya selain membantu orang tua selama pandemi ini, saya belajar dari rumah, saat ini saya kelas 6. Untuk itu saya juga harus mempersiapkan untuk ujian kelulusan. 

Saya berharap bisa lulus dengan nilai yang bagus, agar orangtua saya senang melihat saya mendapatkan nilai  yang bagus dan memuaskan, untuk itu saya terus belajar  agar saat ujian nanti saya bisa mengerjakannya. 

Selain mempersiapkan untuk ujian, terkadang saat sore hari saya bermain bersama teman-teman, saya biasanya bermain bola, atau bermain boy-boyan atau yang biasa di sebut lempar bola. Saya senang sekali saat bermain bersama teman-teman. Karena menghilangkan rasa  bosan saya, karena pandemi harus diam di rumah saja.  Itulah cerita saya teman-teman. Terima Kasih.


Ahmad Mushonif

Kelas VI/B



https://youtu.be/DYP4D8QnMmE



 

 Kembali

Halaman
1

 © 2020-2023 - Rumahfiksi.com. All rights reserved

Tutup Iklan
www.domainesia.com